Jumat, 13 Juni 2014

Makalah Sekolah Inklusi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Tuhan yang dititipkan kepada para orang tua di seluruh dunia. Tidak ada seorang anakpun yang dapat memilih, apakah anak itu bisa menjadi baik atau buruk, dilihirkan normal atau tidak. Semua itu sudah menjadi kuasa Tuhan, seperti yang telah disampaikan dalam firman Allah SWT dalam QS. Al An’aam:59 yang artinya:
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)".
 Orang tua punya harapan yang besar terhadap anak-anak mereka. Hampir setiap orang tua yang mempunyai anak sangat mengharapkan agar si anak dapat merawat orang tua disaat dalam kondisi lemah/sakit. Bukan hanya itu,  orang tua juga sangat mengharapkan si anak bisa mendo’akan jika orang tua sudah meninggal.  Oleh karena itu, setiap orang tua hendaknya  tidak sampai lupa tugas dan tanggungjawab dalam merawat dan mendidik sang buah hatinya, supaya menjadi anak yang shaleh/ah,  agar hidup bahagia di dunia dan akhirat sesuai dengan sebuah hadist yang artinya:
“Tiap anak yang baru lahir adalah dalam keadaan suci (tidak berdousa) maka orang tuanya lah yang menjadikan anak itu menjadi yahudi, nasrani dan majusi. (HR Bukhariy dan Muslim)”
Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya memiliki kebutuhan khusus. Tetapi manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang menentukan. Anak yang memiliki kebutuhan khusus yang biasa disingkat dengan ABK ini, dalam membesarkannya perlu perhatian khusus dan bila dibimbing secara maksimal dapat tumbuh normal seperti anak normal lainnya. Anak yang dikategorikan sebagai ABK adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autism, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus.
Sebagai manusia, ABK mmiliki hak untuk tumbuh kembang ditengah keluarga, masyarakat, dan bangsa. ABK memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau normal. Tidak ada satu alasan bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar (SD) umum dimanapun adanya, melarang ABK untuk masuk ke sekolah tersebut. Bersama Guru Pembimbing Khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan PLB, sekolah dapat merancang pelayanan PLB bagi anak tersebut yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Apakah anak tersebut membutuhkan kelas khusus, program khusus dan/atau layanan khusus tergantung dari tingkat kemampuan dan kondisi kecacatan anak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan sekolah inklusi ?
2.      Bagaimanakah model pendidikan inklusi di Indonesia ?
3.      Bagaimanakah pengembangan kurikulum dalam sekolah inklusi ?

C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui apakah yang dimaksud dengan sekolah inklusi.
2.      Mengetahui macam-macam model pendidikan inklusi di Indonesia.
3.      Menegtahui bagaimanakah pengembangan kurikulum dalam sekolah inklusi.



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sekolah Inklusi
 Pendidikan untuk anak yang berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kebijakan tersebut memberi warna baru bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Ditegaskan dalam pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Menurut Dirjen PLB (2006) pendidikan inklusif merupakan system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua pesert didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama, dengan layanan pendidikan yang disesuaikan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Menurut Stainback (1990) Sekolah Inklusif adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Kemudian Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler. Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar ABK dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.
Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Namun untuk masa sekarang, jenjang pendidikan yang disiapkan untuk menerapkan kebijakan sekolah inklusi ini adalah pendidikan sekolah dasar (SD). Dan pendidikan inklusi pada jenjang sekolah dasar diharapkan mampu untuk memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus atau anak berkelainan. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan solusi pemberian pelayanan pendidikan yang diberikan kepada seluruh anak-anak.
2.      Model Pendidikan Inklusi di Indonesia
Penerapan sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah inklusi tidak memiliki suatu sistem khusus, proses pembelajaran berjalan layaknya sekolah reguler biasa. Hanya saja lingkungan yang dibangun lebih pada konsep lingkungan yang ramah anak, hal ini dikarenakan agar ABK merasa lebih nyaman dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan baik.
Melihat kodisi dan system pendidikan di Indonesia, model pendidikan inklusi lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi sama dengan mainstreaming(Ahman,1994). Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :
a.        Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
b.       Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus
c.          Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
d.         Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus
e.          Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
f.          Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular.
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
3.      Pengembangan Kurikulum dalam Sekolah Inklusi
Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social anak didik.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan menajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang telah dijabarkan dalam silabus. RPP ini dapat digunakan oleh setiap pengajar sebagai pedoman umum untuk melaksanakan pembelajaran kepada peserta didiknya, karena di dalamnya berisi petunjuk secara rinci, pertemuan demi pertemuan, mengenai tujuan, ruang lingkup materi yang harus diajarkan, kegiatan belajar mengajar, media, dan evaluasi yang harus digunakan.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan menjadi empat, yakni:

     1.       Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya.
     2.       Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented. Dengan kurikulum modifikasi ini diharapkan ABK dapat mengikuti pembelajaran pada kelas umum secara klasikal bersama anak-anak umum lainnya.
     3.       Substitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.
4.       Omisi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata. Standar kompetensi dalam kurikulum ini dirumuskan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus bersama tim ahli terkait.








BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sekolah inkusi di Indonesia adalah sekolah biasa (SB) yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :
a.       Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
b.      Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus
c.        Bentuk kelas reguler dengan pull out
    Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
d.         Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus
e.          Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
f.          Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulumnya harus menyesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan sebaliknya. Dengan adanya berbagai macam model kurikulum ini, seperti duplikasi kurikulum, modifikasi kurikulum, substitusu kurikulum, dan omisi kurikulum,  maka diharapkan sekolah dapat menerapkan dengan tepat dan benar.
2.      Saran
a.       Perlunya mengadakan sosialisasi tentang RUU pendidikan inklusi secara meluas dari kalangan akademik hingga ke masyarakat luas. Sehingga mereka memahami secara jelas tentang pendidikan inklusi. Hal ini dapat ditempuh dngan cara seminar atau workshop.
b.      Perlu peran masyarakat luas untuk dapat merealisasikan pendidikan inklusi yang ideal.
c.       Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda. Sehingga harus ada komunikasi yang baik untuk menciptakan linkungan sekoalh inkusif yang mendukung.


DAFTAR PUSTAKA
1.       Yusuf, Abubakar. Tanpa tahun. Anak Titipan, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=574:anak-titipan&catid=4:bingkai-sekolah&Itemid=5
2.      Autisme, Info. Tanpa tahun. Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/165-dampingi-anak-berkebutuhan-khusus
3.      Adgi. 2009. Pandangan Awam mengenai Anak Berkebutuhan Khusus, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/pandangan-awam-mengenai-anak-berkebutuhan-khusus
4.      Kavrella,Abay. 2010. Inklusi, solusi atau masalah , diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://kavrella.wordpress.com/2010/06/16/inklusi-solusi-atau-masalah/
5.      Ceria,Melati. 2008. Pendidikan Inklusi, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00http://www.melaticeria.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=21:pendidikan-inklusif&catid=17:artikel&Itemid=51
6.      Purwandari, DRA, M.Si. 2009. Pendidikan Inklusi : Masalah Ketenagaan Dan Peran Serta Perguruan Tinggi dalam Penyelenggaraan Sekolah Inklusi , diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:2B8rJRv7OSUJ:staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0011_3.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgC1Z3M_xZ2-0ZNB82BBBQ5OeJ_TOBqmAUOw1wpQ9sKhpOEWMdQlzbxTfcdw3FgS9iRnLYYsxiGgCjLsTYvKilm2Se2PXYn0IygUwD7rb4JfUtTXvUT-T_V41TXvYIZ6mB79fz3&sig=AHIEtbTYTNBpEXGtfOnqSY_obsYzf19G7w
7.      Juliantara, Ketut. 2009. 134 Pengertian Kurikulum (Lengkap), diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 20.00 http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/134-pengertian-kurikulum-lengkap/
8.      Elmarzuqi. 2010. Pengertian Silabus, diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.00http://blog.umy.ac.id/elmarzuqi/tag/silabus-adalah/
9.      Saputra,Angga. 2011. Kurikulum Dan Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) , diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 22.00http://sepucuktunasbangsa.blogspot.com/2011/01/kurikulum-dan-pendidikan-inklusif-bagi.html
11.  Faudi,Kamal. 2011. Pendidikan Inklusif , diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.50 http://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/
13.  SLB Kartini Batam. Tanpa Tahun. Pendidikan Inklusi, diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.50 http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=78 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar