BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dari Tuhan yang dititipkan kepada para orang
tua di seluruh dunia. Tidak ada seorang anakpun yang dapat memilih, apakah anak
itu bisa menjadi baik atau buruk, dilihirkan normal atau tidak. Semua itu sudah
menjadi kuasa Tuhan, seperti yang telah disampaikan dalam firman Allah SWT
dalam QS. Al An’aam:59 yang artinya:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)".
Orang tua punya harapan yang besar terhadap anak-anak
mereka. Hampir setiap orang tua yang mempunyai anak sangat mengharapkan agar si
anak dapat merawat orang tua disaat dalam kondisi lemah/sakit. Bukan hanya
itu, orang tua juga sangat mengharapkan si anak bisa mendo’akan jika
orang tua sudah meninggal. Oleh karena itu, setiap orang tua
hendaknya tidak sampai lupa tugas dan tanggungjawab dalam merawat dan
mendidik sang buah hatinya, supaya menjadi anak yang shaleh/ah, agar
hidup bahagia di dunia dan akhirat sesuai dengan sebuah hadist yang artinya:
“Tiap anak yang baru lahir adalah dalam
keadaan suci (tidak berdousa) maka orang tuanya lah yang menjadikan anak itu
menjadi yahudi, nasrani dan majusi. (HR Bukhariy dan Muslim)”
Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya memiliki kebutuhan
khusus. Tetapi manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang menentukan. Anak
yang memiliki kebutuhan khusus yang biasa disingkat dengan ABK ini, dalam
membesarkannya perlu perhatian khusus dan bila dibimbing secara maksimal dapat
tumbuh normal seperti anak normal lainnya. Anak yang dikategorikan sebagai ABK
adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar
atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik,
komunikasi, autism, traumatic brain injury, hambatan pendengaran,
hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus.
Sebagai manusia, ABK
mmiliki hak untuk tumbuh kembang ditengah keluarga, masyarakat, dan bangsa. ABK
memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki
kelainan atau normal. Tidak ada satu alasan bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) dan
Sekolah Dasar (SD) umum dimanapun adanya, melarang ABK untuk masuk ke sekolah
tersebut. Bersama Guru Pembimbing Khusus yang telah memiliki pengetahuan dan
keterampilan PLB, sekolah dapat merancang pelayanan PLB bagi anak tersebut yang
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Apakah anak tersebut
membutuhkan kelas khusus, program khusus dan/atau layanan khusus tergantung
dari tingkat kemampuan dan kondisi kecacatan anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sekolah inklusi ?
2. Bagaimanakah model pendidikan inklusi di
Indonesia ?
3. Bagaimanakah pengembangan kurikulum dalam
sekolah inklusi ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan sekolah
inklusi.
2. Mengetahui macam-macam model pendidikan
inklusi di Indonesia.
3. Menegtahui bagaimanakah pengembangan kurikulum
dalam sekolah inklusi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sekolah Inklusi
Pendidikan untuk anak yang berkebutuhan khusus telah
dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kebijakan tersebut memberi warna baru bagi
anak-anak yang berkebutuhan khusus. Ditegaskan dalam pasal 15 tentang
pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar
biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan
terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini
diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus.
Menurut Dirjen PLB (2006) pendidikan inklusif merupakan system
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua pesert didik
dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk mengikuti pendidikan dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama, dengan layanan pendidikan yang
disesuaikan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Menurut Stainback (1990) Sekolah Inklusif
adalah Sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Kemudian Staub dan Peck (1995)
mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusif adalah Penempatan Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler.
Sedangkan Sapon-Shevin (O’ Neil 1995) menyatakan bahwa
Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar
ABK dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya.
Sekolah Inklusif (di Indonesia) adalah sekolah biasa (SB) yang
mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan
khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental, cerdas, berbakat
istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban bencana alam/
bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna kulit, gender, suku
bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak
kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota, anak terlantar, tuna
wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem pengadilan remaja, anak
terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba HIV/
AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Namun untuk masa sekarang, jenjang pendidikan yang disiapkan
untuk menerapkan kebijakan sekolah inklusi ini adalah pendidikan sekolah dasar
(SD). Dan pendidikan inklusi pada jenjang sekolah dasar diharapkan mampu untuk
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus atau anak berkelainan. Jadi dapat dikatakan bahwa
pendidikan inklusi merupakan solusi pemberian pelayanan pendidikan yang diberikan
kepada seluruh anak-anak.
2. Model Pendidikan Inklusi
di Indonesia
Penerapan sistem pembelajaran yang dilakukan pada sekolah
inklusi tidak memiliki suatu sistem khusus, proses pembelajaran berjalan
layaknya sekolah reguler biasa. Hanya saja lingkungan yang dibangun lebih pada
konsep lingkungan yang ramah anak, hal ini dikarenakan agar ABK merasa lebih
nyaman dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan baik.
Melihat kodisi dan system pendidikan di Indonesia, model
pendidikan inklusi lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi
sama dengan mainstreaming(Ahman,1994). Model pendidikan mainstreaming merupakan
model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah
Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus
digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan
dengan berbagai model sebagai berikut :
a. Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang
hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
b. Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus
c. Bentuk kelas reguler dengan pull
out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
d. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull
out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing
khusus
e. Bentuk kelas khusus dengan
berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,
namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler
f. Bentuk kelas khusus penuh di
sekolah reguler
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
regular.
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas
tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat
dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian
anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi
kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi
kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus
pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya
sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat
disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
3. Pengembangan Kurikulum dalam Sekolah Inklusi
Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta
hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan
dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah
tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan
kompetensi social anak didik.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan menajemen
pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang telah
dijabarkan dalam silabus. RPP ini dapat digunakan oleh setiap pengajar
sebagai pedoman umum untuk melaksanakan pembelajaran kepada peserta
didiknya, karena di dalamnya berisi petunjuk secara rinci, pertemuan demi
pertemuan, mengenai tujuan, ruang lingkup materi yang harus diajarkan, kegiatan
belajar mengajar, media, dan evaluasi yang harus digunakan.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat
dikelompokan menjadi empat, yakni:
1. Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama
dengan siswa rata-rata/regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik
tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik
tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu
memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille,
dan tunarungu wicara menggunakan bahasa isyarat dalam
penyampaiannya. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan
belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya.
2. Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan/potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan
kepada peserta didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi)
untuk peserta didik gifted and talented. Dengan kurikulum modifikasi ini
diharapkan ABK dapat mengikuti pembelajaran pada kelas umum secara klasikal
bersama anak-anak umum lainnya.
3. Substitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan
diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan
melihat situasi dan kondisinya.
4. Omisi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu
ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir
setara dengan anak rata-rata. Standar kompetensi dalam kurikulum ini
dirumuskan berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh guru pendidikan khusus
bersama tim ahli terkait.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sekolah inkusi di
Indonesia adalah sekolah biasa (SB)
yang mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus (cacat fisik, intelektual, sosial, emosional, mental,
cerdas, berbakat istimewa daerah terpencil/ terbelakang, suku terasing, korban
bencana alam/ bencana sosial/ miskin), mempunyai perbedaan pangkat, warna
kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal,
kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak pedesaan, anak kota,
anak terlantar, tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat dalam sistem
pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak
terkena dampak narkoba HIV/ AIDS (ODHA), anak nomaden, dll sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya.
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan
dengan berbagai model sebagai berikut :
a. Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang
hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
b. Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus
c. Bentuk kelas reguler dengan pull
out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
d. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull
out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing
khusus
e. Bentuk kelas khusus dengan
berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,
namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler
f. Bentuk kelas khusus penuh di
sekolah reguler
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
regular.
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulumnya harus
menyesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan sebaliknya. Dengan adanya berbagai
macam model kurikulum ini, seperti duplikasi kurikulum, modifikasi kurikulum,
substitusu kurikulum, dan omisi kurikulum, maka diharapkan sekolah
dapat menerapkan dengan tepat dan benar.
2. Saran
a. Perlunya mengadakan sosialisasi tentang RUU
pendidikan inklusi secara meluas dari kalangan akademik hingga ke masyarakat
luas. Sehingga mereka memahami secara jelas tentang pendidikan inklusi. Hal ini
dapat ditempuh dngan cara seminar atau workshop.
b. Perlu peran masyarakat luas untuk dapat
merealisasikan pendidikan inklusi yang ideal.
c. Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk
belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda. Sehingga harus ada
komunikasi yang baik untuk menciptakan linkungan sekoalh inkusif yang
mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yusuf, Abubakar. Tanpa tahun. Anak
Titipan, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=574:anak-titipan&catid=4:bingkai-sekolah&Itemid=5
2. Autisme, Info. Tanpa tahun. Dampingi
Anak Berkebutuhan Khusus, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul
20.00 http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/165-dampingi-anak-berkebutuhan-khusus
3. Adgi. 2009. Pandangan Awam mengenai
Anak Berkebutuhan Khusus, diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul
20.00 http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/pandangan-awam-mengenai-anak-berkebutuhan-khusus
4. Kavrella,Abay. 2010. Inklusi, solusi
atau masalah , diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00 http://kavrella.wordpress.com/2010/06/16/inklusi-solusi-atau-masalah/
5. Ceria,Melati. 2008. Pendidikan Inklusi,
diakses pada tanggal 24 December 2012 pukul 20.00http://www.melaticeria.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=21:pendidikan-inklusif&catid=17:artikel&Itemid=51
6. Purwandari, DRA, M.Si. 2009. Pendidikan
Inklusi : Masalah Ketenagaan Dan Peran Serta Perguruan Tinggi dalam
Penyelenggaraan Sekolah Inklusi , diakses pada tanggal 24 December
2012 pukul 20.00 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:2B8rJRv7OSUJ:staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0011_3.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgC1Z3M_xZ2-0ZNB82BBBQ5OeJ_TOBqmAUOw1wpQ9sKhpOEWMdQlzbxTfcdw3FgS9iRnLYYsxiGgCjLsTYvKilm2Se2PXYn0IygUwD7rb4JfUtTXvUT-T_V41TXvYIZ6mB79fz3&sig=AHIEtbTYTNBpEXGtfOnqSY_obsYzf19G7w
7. Juliantara, Ketut. 2009. 134 Pengertian
Kurikulum (Lengkap), diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul
20.00 http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/134-pengertian-kurikulum-lengkap/
8. Elmarzuqi. 2010. Pengertian Silabus,
diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.00http://blog.umy.ac.id/elmarzuqi/tag/silabus-adalah/
9. Saputra,Angga. 2011. Kurikulum Dan
Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) , diakses pada
tanggal 24 December 2012 pukul 22.00http://sepucuktunasbangsa.blogspot.com/2011/01/kurikulum-dan-pendidikan-inklusif-bagi.html
10. Sukarso, Ekodjatmiko. 2007. Pengembangan Kurikulum, diakses
pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.30 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:rRdsrTWyzakJ:blog.tp.ac.id/wp-content/uploads/16c7ac079555118f8671a94df548f580.doc+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESh_Mpbmmfm3WP-PiHMRgSI1V2ffOnyMN-IO3WTT1cTibW0gHlsGYZuc2p6BJlJLOCfpcAyPCmsdKoOI5g96q5tZho1A4Rkbf9rCrDVWzKO8eiyVHf72klJnnUVdoguqcXMMjYJH&sig=AHIEtbQEdf1sGfdwPdMELJ6LT4VuS3l6fg
11. Faudi,Kamal. 2011. Pendidikan Inklusif ,
diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.50 http://fuadinotkamal.wordpress.com/2011/04/12/pendidikan-inklusif/
12. Emawati. Tanpa Tahun. Mengenal Lebih Jauh Sekolah
Inklusi, diakses pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.50 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Mi2M6YBSBgMJ:isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51082535.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjrfiybyfcoE2GgXj9uoLYupqyI9rN-ReXVfP0PYi57XFo6jb1c2RgMKIKg4M9CgcdNnFBIwZS4E31tWKEJH9MD1nHyYUz31wXvZYQxV6kIyKiszQ7MdXwOE-wWWu5YGpCHkPZW&sig=AHIEtbQuPyCBX441CcTwGw2w75uTXaFalQ
13. SLB Kartini Batam. Tanpa Tahun. Pendidikan Inklusi, diakses pada
tanggal 24 Desember 2012 pukul 22.50 http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar