Fungsi Pendidikan Agama
Islam
Dalam hal fungsi M. Arifin yang dikutip oleh Nur Uhbiyanti (1998: 18)
mengemukakan pendapatnya, bahwa Pendidikan sebagai usaha membentuk pibadi
manusia harus melalui proses yang panjang, dengan resultat(hasil) yang tidak dapat diketahui dengan
segera, berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat dilakukan sesuai dengan
keinginan pembuatnya. Dalam proses pembentukan tersebut diperlukan suatu
perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan pikiran-pikiran
atau teori yang tepat, sehingga kegagalan atau kesalahan-kesalahan langkah
pembentuknya terhadap anak didik dapat dihindarkan. Oleh karena itu, lapangan
tugas dan sasaran pendidikan adalah makhluk yang sedang tumbuh dan berkembang
yang mengandung berbagai kemungkinan. Bila salah membentuk, maka kita akan sulit
memperbaikinya.
Pendidikan Islam pada khususnya yang bersumberkan nilai-nilai agama Islam
disamping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai
tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan
nilai-nilai Islam yang melandasinya adalah merupakan proses ikhtiariah yang
secara paedagogis mampu mengembangkan hidup anak didik kepada arah
kedewasaan/kematangan yang menguntungkan dirinya. Oleh karena itu, usaha
ikhtiariah tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan atas trial and error (coba-coba) atau atas dasar
keinginan dan kemauan pendidik tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara paedagogis.
Islam sebagai agama wahyu yang dturunkan oleh Allah dengan tujuan untuk
mensejahterakan dan membahagiakan hidup dan kehidupan umat manusia di dunia dan
akhirat, baru dapat mempunyai arti fungsional dan aktual dalam diri manusia
bilamana dikembangkan melalui proses kependidikan yang sistematis. Oleh karena itu, teori-teori
pendidikan Islam yang disusun secara sistematis merupakan kompas bagi proses
tersebut.
Bila mengkaji ruang lingkup kependidikan Islam, mencakup segala bidang
kehidupan manusia di dunia dimana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat
menanam benih-benih amaliah yang buahnya akan dipetik di akhirat nanti. Maka
pembetukan sikap dan nilai-nilai amaliah dalam pribadi manusia baru dapat
efektif bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan di
atas kaidah-kaidah ilmu pengetahuan kependidikan.
Teori-teori, hipotesa dan asumsi-asumsi kependidikan yang bersumberkan
ajaran-ajaran Islam sampai kini masih belum tersusun secara ilmiah meskipun
bahan bakunya tersedia, baik dalam kitab suci Al-Qur’an, Al-Hadis, maupun Qaul
ulama. Untuk itu
diperlukan penyusunan secara sistematis yang didukung dengan hasil penilaian
yang luas.
Ilmu pendidikan Islam memiliki arti dan peranan penting dalam kehidupan.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Nur Uhbiyanti dan Abu Ahmadi (1998:
16-17) mengemukakan bahwa ilmu pendidikan Islam mempunyai fungsi melakukan
pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau
cita-cita Islam yang harus diiktisharkan agar menjadi kenyataan.
Selain itu juga, pendidikan agama Islam memberikan bahan-bahan informasi
tentang pelakasanaan Pendidikan Islam tersebut. Ia memberikan bahan masukan
yang berupa (Input) kepada ilmu ini, mekanisme proses kependidikan Islam dari segi operasional dapat
dipersamakan dengan proses mekanisme yang berasal dari penerimaan in put (bahan
masukan), lalu di proses dalam kegiatan pendidikan (dalam bentuk
kelembagaan atau nonkelembagaan yang disebut-truput).
Kemudian berakhir pada output (hasil
yang yang diharapkan). Dari hasil yang diharapkan itu timbul umpan balik (feed back) yang
mengoreksi bahan masukan (input). Mekanisme
proses semacam ini berlangsung terus selama proses kependidikan terjadi.
Semakin banyak diperoleh bahan masukan (input) dari
pengalaman operasional itu, maka semakin berkembang pula pendidikan agama
Islam.
Di samping itu juga, pendidikan agama Islam mengoreksi (korektor) terhadap kekurangan teori-teori yang terdapat
dalam ilmu pendidikan Islam itu sendiri. Sehingga kemungkinan pertemuan antara
teori dan praktek smakin dekat, dan hubungan antara keduanya semakin bersifat
interaktif (saling mempengaruhi). Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka pendidikan agama Islam
perlu dipelajari setiap Muslim, sebab fungsi pendidikan agama Islam adalah
menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan tercapai
dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan
yang bersifat struktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktural menuntut terwujudnya struktur organisasi yang
mengatur jalannya proses kependidikan baik dilihat dari segi vertikal maupun
dari segi horizontal, dimana faktor-faktor pendidikan berfungsi secara
intruksional (saling mempengaruhi satu sama lainnya) yang berarah pada pencapaian
tujuan pendidikan yang diinginkan. Arti dan tujuan institusional mengandung
implikasi bahwa proses pendidikan yang terjadi di dalam struktur organisasi itu
dilembagakan untuk lebih menjamin proses pendidikan itu berjalan secara
konsisten dan berkesinambungan mengikuti kebutuhan dan perkembangan manusia
yang cenderung ke arah tingkat kemampuan yang optimal, dalam pelbagai jenis dan
jalan kependidikan yang formal dan non formal dalam masyarakat (Nur Uhbiyanti,
1996: 34).
Dalam hal ini Asnelly (1995: 13) mengungkapkan bahwa Pendidikan Islam
berfungsi sebagai sarana atau alat untuk menyelamatkan manusia dari siksaan api
neraka.
Dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa fungsi Pendidikan Agama
Islam, yaitu mengarahkan Pendidikan Islam agar dapat mencapai tujuan dari hidup
seorang Muslim yakni berserah diri sepenuhnya kepada Allah, memberikan
usaha-usaha pemupukan nilai-nilai luhur Islam terhadap kehidupan seorang Muslim
dan yang paling penting adalah fungsi pendidikan agama Islam adalah membimbing,
mengarahkan dan menuntun pendidik dan peserta didik agar selalu berpedoman
kepada dasar pendidikan Islam, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar